Tuesday, June 26, 2007

KISAH KASIH SEORANG PRAMUGARI

Seorang pramugari selain mengenakan pakaian cantik seperti yang
diketahui banyak orang, tentu saja ada kala nya saya menghadapi
saat-saat sulit. Pramugari harus kerja lembur, di dalam pesawat harus
mengantar makanan pada ratusan orang, menjual barang duty free,
melayani tamu, sibuk sekali sampai tidak bisa tersenyum. Dalam keadaan
demikian tetap harus mengingatkan diri bahwa pekerjaanku adalah
pelayanan, harus melayani banyak orang. Walaupun bagaimana memberitahu
diri kadang-kadang ada saat dimana saya kehabisan tenaga, tak bisa
bersabar dan tersenyum.

Sampai pada suatu hari teman baik saya bercerita tentang bagaimana dia
melayani seorang kakek tua yang pikun, saya baru bisa mengubah sikap
kerja saya.
Ini adalah sebuah penerbangan dari Taipei ke New York. Pada saat
pesawat terbang take off tak berapa lama, ada seorang kakek yang tidak
bisa mengontrol untuk buang air besar. Dan akhirnya memngeluarkannya
di tempat. Keluarga yang melihat hanya merasa jijik dan memaksa kakek
ini untuk membersihkan diri di toilet sendirian. Orang tua ini tampak
ragu sejenak, lalu kemudian seorang diri berjalan menuju toilet yang
berada di belakang.

Pada saat kakek itu keluar dari toilet, walau bagaimana pun ia
mengingat, ia tetap tidak mampu mengingat tempat duduknya sendiri.
Kakek yang berumur 80-an ini menjadi cemas, takut, dan menangis
seorang diri di teras toilet. Seorang pramugari datang membantu kakek
ini, bau yang teramat sangat memenuhi badan kakek. Ternyata kakek ini
tidak mengetahui dengan jelas letak tissue di dalam toilet tersebut
sehingga ia membersihkannya dengan menggunakan bajunya. Toilet yang
digunakannnya tadi jadi kotor dan berantakan sekali.

Setelah mengantarkan kakek kembali ke tempat duduknya. Para penumpang
di sekitarnya mulai mengeluh bau busuk yang berasal dari badannya.
Pramugari menanyakan kepada saudaranya apakah mereka masih memiliki
baju pengganti yang bisa digunakan oleh kakek ini. Saudaranya
mengatakan, semua pakaian ada di bagasi pesawat, jadi kakek ini tidak
memiliki baju pengganti. Dan saudaranya berkata, "Sekarangkan
penerbangan ini tidak terisi full, saya melihat ada beberapa baris
bagian belakang yang masih kosong, bawa saja kakek ini untuk duduk di
belakang." Pramugari ini hanya bisa mengikuti keinginan dari
saudaranya.dan membawa kakek ini ke barisan belakang.

Kemudian mengunci toilet yang telah digunakan oleh kakek ini agar
penumpang lain tidak salah masuk toilet. Akhirnya kakek ini duduk di
bangku belakang seorang diri, menundukan kepala dan tak henti-hentinya
menghapus air matanya yang terus mengalir.

Siapa sangka satu jam kemudian, kakek ini sudah berganti pakaian,
dengan badan yang bersih dan tersenyum riang kembali ke tempat
duduknya semula. Di depan mejanya tersaji seporsi makanan baru yang
masih hangat. Semua orang saling bertanya siapa gerangan yang
membantunya?
Ternyata teman baik saya ini yang mengorbankan waktu makan
malamnya. Dia menggunakan tissue dan lap basah pelan-pelan
membersihkan badan kakek ini sampai bersih.dan meminjam baju baru dari
co-pilot untuk mengganti baju kakek ini. Terlebih lagi, pramugari ini
membersihkan toilet yang telah digunakan oleh kakek ini hingga bersih
dan menyemprotkan parfumnya sendiri ke dalam toilet tersebut.

Rekan kerjanya mengatakan dia bodoh, harus begitu susah payah membantu
orang lain, bukankah sampai akhirnya tidak akan ada orang yang
mengenang dan berterimah kasih. Sudah lelah, namun tidak mendatangkan
keuntungan apa pun. Dia dengan tenang dan tegas menjawab, "Jam
penerbangan masih belasan jam, kalau saya menjadi orang tua tersebut,
saya pastilah sangat sedih, siapa yang berharap kalau awal dari
perjalanan ini bisa jadi begini.

Lagi pula tigapuluhan orang harus menggunakan satu toilet, kurang satu
toilet tentu sangat merepotkan. Saya bukan hanya membantu orang tua
itu tapi juga membantu penumpang yang lain."

Setelah mendengar cerita ini saya sangat menyesali sikap saya. Teman
baikku pernah menyampaikan kepada saya bahwa pekerjaan yang paling
membahagiakan adalah pekerjaan yang mengantarkan orang lain dari satu
tempat ke tempat lain dengan selamat. Sejak mendengar pengalaman indah
dari teman baik ini, saya baru menyadari bahwa pelayanan sungguh
merupakan sebuah berkah yang harus dihargai. Cara terbaik menghargai
berkah adalah dengan membagikan berkah ini kepada orang lain.
Pengalaman teman baikku ini telah mengubah sikapku dalam bertugas.

Sumber : Milis Air Putih - airputih@yahoogroups.com

A TASTE OF CHERRY

Abbas Khiarostami pernah bikin heboh pemerintah Iran karena membuat
film A Taste of Cherry.

Kisahnya tentang seorang Iran paruh baya yang berkeliling mencari
orang yang bisa membantunya untuk bunuh diri. Yang ia minta sederhana
saja. Ia akan menggali tanah kubur di tempat yang telah ia pilih, lalu
malam hari ia akan berbaring di dalam kubur itu, setelah ia minum obat
tidur dalam dosis mematikan. Ia hanya minta orang yang membantunya
untuk datang di pagi hari dan menutup kuburan itu kalau ia memang
telah mati.

Nyaris semua orang menolak. Ada satu guru agama dari Afganistan yang
ia mintai bantuan malah memberinya ceramah tentang betapa bunuh diri
adalah dosa tak terampunikan dalam Islam.

Sang tokoh bilang, saya tak butuh ceramah, saya butuh bantuan. Sang
tokoh merasa bahwa ia tak menemukan makna hidup, bahwa hidup ini
sia-sia belaka.
Betapa hidupnya sunyi, tak ada lagi yang memberinya alasan untuk tetap
hidup. Tak ada agama atau omongan orang yang bisa memuaskannya.
Bukankah adalah haknya sepenuhnya untuk memilih berhenti hidup?

Akhirnya ada seorang tua yang bersedia menolong sang tokoh bunuh diri.
Orang tua itu sama sekali tak keberatan dengan pilihan sang tokoh.
Tapi orang tua itu bercerita tentang pengalaman hidupnya, suatu
ketika, saat ia merasa ia lebih baik mati saja. Orang tua itu mencoba
bunuh diri, tapi gagal.

Di pagi setelah kegagalannya bunuh diri, si orang tua merasakan dunia
seakan baru pertama kali. Hangatnya mentari, indahnya semburit cahaya
fajar, kicau bung, segalanya dalam dunia ini begitu indah.

"Apakah engkau lupa betapa enaknya rasa buah cherry?" Tanya si orang
tua itu kepada sang tokoh. Seakan si tua ingin berkata bahwa,
mengapakah engkau ingin meninggalkan rasa buah cherry, ingin
meninggalkan semua keindahan ini?

Ya, mensyukuri buah cherry (mensyukuri segala aspek terkecil alam
hidup ini) mestinya bisa jadi salah satu cara untuk mengobati luka
hati. Alangkah ajaibnya hidup ini, alangkan indahnya!

Tapi manakah yang lebih patut disyukuri, rasa buah cherry itu,
ataukah lidah yang membuat kita bisa mengecap rasa buah cherry itu?


----------------------------------------------------------
Dikutip dari buku Life Goes On

Sumber : Milis Air Putih

Mengubah Cacian Jadi Kekaguman

MENJADI besar tanpa penderitaan sekaligus cacian orang, itulah
kemauan banyak sekali anak muda. Dan kalau memang kehidupan seperti
itu ada, tentu ada terlalu banyak manusia yang juga menginginkannya.
Sayangnya wajah kehidupan seperti ini tidak pernah ada. Sehingga
jadilah cita-cita menjadi besar tanpa penderitaan hanya sebagai
khayalan manusia malas yang tidak pernah mencoba.

Ini serupa dengan khayalan seorang sahabat Amerika yang bertanya:
kenapa Yesus tidak lahir di Amerika di abad ke-21 ini? Rekan lainnya
sesama Amerika menimpali sambil bercanda: memangnya ada wanita
Amerika yang masih perawan? Namanya juga canda, tentu tidak
disarankan untuk memikirkannya terlalu serius. Apalagi tersinggung.
Namun bercanda atau tidak, serius atau sangat serius, kisah-kisah
manusia kuat dan terhormat hampir semuanya berisi kisah-kisah penuh
cacian sekaligus penderitaan. Sebutlah deretan nama-nama mengagumkan
seperti Nelson Mandela, Mahatma Gandhi sampai dengan Dalai Lama.
Semuanya dibikin kuat sekaligus terhormat oleh penderitaan.

Mandela menjadi kuat dan terhormat karena puluhan tahun dipenjara,
disakiti serta diasingkan. Sekarang, ia tidak saja dihormati dan
disegani namun juga menjadi modal demokrasi yang mengagumkan bagi
Afrika Selatan. Gandhi besar dan menjulang karena terketuk amat dalam
hatinya oleh kesedihan akibat diskriminasi dan penjajahan. Dan yang
lebih mengagumkan, tatkala perjuangannya berhasil, ia menolak memetik
buah kekuasaan dari hasil perjuangannya yang panjang, lama sekaligus
mengancam nyawa.

Dalai Lama apa lagi. Di umur belasan tahun kehilangan kebebasan.
Menginjak umur dua puluhan tahun kehilangan negara. Dan sampai
sekarang sudah hidup di pengungsian selama tidak kurang dari empat
puluh lima tahun. Setiap hari menerima surat sekaligus berita
menyedihkan tentang Tibet. Lebih dari itu, negaranya Tibet sampai
sekarang kehilangan banyak sekali hal akibat masuknya pemerintah Cina.
Namun sebagaimana sudah dicatat rapi oleh sejarah, daftar-daftar
kesedihan Dalai Lama ini sudah berbuah teramat banyak. Menerima
hadiah nobel perdamaian di tahun 1989. Setiap kali berkunjung ke
negara-negara maju disambut lebih meriah dari penyanyi rock yang
terkenal. Karya-karyanya mengubah kehidupan demikian banyak orang.
Sampai dengan julukan banyak sekali pengagumnya yang menyimpulkan
kalau Dalai Lama hanyalah seorang living Buddha.

Hal serupa juga terjadi dengan tokoh wanita mengagumkan bernama Evita
Peron. Belum berumur sepuluh tahun keluarganya berantakan karena
ayahnya meninggal. Kemudian menyambung kehidupan dengan cara menjadi
pembantu rumah tangga. Bosan jadi pembantu kemudian menjadi penyanyi
bar. Dan bahkan sempat diisukan miring dalam dunia serba gemerlap
ini. Pernikahannya dengan Juan Peron tidak mengakhiri penderitaan,
malah menambah panjangnya aliran sungai air mata. Namun kehidupan
Evita Peron demikian bercahaya. Tidak saja di Argentina ia bercahaya,
di dunia ia juga bercahaya.

Salah satu guru meditasi mengagumkan di Amerika bernama Pema Chodron.
Tidak saja bahasanya sederhana, pengungkapan idenya juga mendalam.
Namun kekaguman seperti ini juga berawal dari kesedihan mendalam.
Sebagaimana yang ia tuturkan dalam When Things Fall Apart, perjalanan
kejernihan Pema Chodron mulai dengan sebuah kesedihan yang tidak
terduga:

suaminya mengaku jatuh cinta pada wanita lain dan minta segera cerai.
Bagi seorang wanita setia, tentu saja ini seperti petir di siang
bolong. Namun betapa menyakitkan pun beritanya, hidup harus tetap
berjalan.

Dari sinilah ia belajar meditasi dari Chogyam Trungpa. Dan ini juga
yang membukakan pintu kehidupan yang mengagumkan belakangan. Sehingga
di salah satu bagian buku tadi, Chodron secara jujur mengungkapkan
kalau mantan suaminya yang di awal seperti mencampakkan hidupnya,
ternyata seorang pembuka pintu kehidupan yang mengagumkan.

Cerita Thich Nhat Hanh lain lagi. Tokoh perdamaian asli Vietnam ini
mengalami banyak sekali pengalaman getir ketika perang Vietnam. Kalau
soal hampir mati, atau hampir diterjang peluru panas sudah biasa.
Namun tatkala membawa misi perdamaian ke Amerika, ternyata pemerintah
Vietnam melarangnya kembali ke Vietnam. Dan sejak puluhan tahun yang
lalu Thich Nhat Hanh bermukim di Prancis. Dan penderitaan serta
kesedihan-kesedihan yang mendalam ini juga yang membuat nama Hanh
demikian dikenal dan menjulang. Pernah dinominasikan sebagai pemenang
hadiah Nobel perdamaian, dihormati di banyak sekali negara, dan karya-
karyanya lebih dari sekadar mengagumkan.

Daftar panjang tokoh-tokoh kuat sekaligus terhormat, yang dibuat
besar oleh penderitaan dan cacian orang masih bisa diperpanjang.
Namun semua ini sedang membukakan pintu kehidupan yang amat berguna:
penderitaan dan cacian orang ternyata sejenis vitamin jiwa yang
membuatnya jadi menyala. Ini mirip sekali dengan judul sebuah buku
indah yang berbunyi: Pain, the Gift that Nobody Want. Rasa sakit,
penderitaan, cacian orang hampir semua manusia tidak menghendakinya.
Tidak saja lari jauh-jauh, bahkan sebagian lebih doa manusia memohon
agar dijauhkan dari penderitaan, cacian sekaligus rasa sakit.

Namun daftar panjang kisah manusia seperti Dalai Lama, Pema Chodron
sampai dengan Thich Nhat Hanh ternyata bertutur berbeda. Hanya
manusia-manusia yang penuh kesabaran dan ketabahan untuk tersenyum di
tengah cacian dan penderitaan, kemudian jiwanya menyala menerangi
kehidupan banyak sekali orang.

Ternyata, penderitaan dan cacian orang - di tangan manusia-manusia
sabar dan tabah - bisa menjadi bahan-bahan yang memproduksi kekaguman
orang kemudian. Persoalannya kemudian, di tengah-tengah sebagian
lebih wajah kehidupan yang serba instant, punyakah kita cukup banyak
kesabaran dan ketabahan?

Sumber: Mengubah Cacian Jadi Kekaguman oleh Gede Prama

DYING INSIDE

Puluhan tahun yang lalu, di sebuah desa di California ada seorang
tua, pekerjaan beliau adalah tukang asah pisau keliling. Setiap hari
orang tua tersebut berkeliling dari rumah ke rumah untuk menawarkan
jasanya. Beliau berkeliling sambil membunyikan lonceng kecil, untuk
menarik perhatian orang.

Pada awalnya, banyak sekali orang yang memanfaatkan jasa beliau.
Setiap hari selalu ada saja orang yang mengasahkan pisau ataupun
gunting mereka ke orang tua tersebut. Dengan pekerjaan mengasah
pisau, orang tua tersebut bisa menghidupi keluarganya.

Tahun demi tahun berlalu, jaman semakin modern dan membuat segalanya
menjadi praktis. Demikian juga, pisau-pisau maupun gunting-gunting
yang ada di pasaran semakin berkualitas dan murah. Sehingga perlahan-
lahan tidak ada lagi orang yang mengasahkan pisau atau guntingnya.
Mereka lebih memilih untuk membeli yang baru daripada mengasahkannya.

Akibatnya, tidak ada lagi orang yang membutuhkan jasa orang tua si
pengasah pisau tersebut. Tetapi setiap hari orang tua tersebut tetap
berkeliling seperti biasa, dengan harapan masih ada orang yang mau
memanfaatkan jasanya.

Awalnya, orang tua tersebut masih bersemangat. Tapi lama-kelamaan,
semangatnya semakin kendur karena dia merasa tidak ada lagi orang
yang membutuhkan dia. Waktu berlalu, akhirnya tidak lama, orang tua
tersebut meninggal. Ada yang mengatakan bahwa orang tua tersebut
meninggal karena kanker. Tapi sebenarnya apa yang menyebabkan orang
tua tersebut meninggal?

Apa yang akan Anda rasakan bila tidak ada lagi orang yang membutuhkan
Anda?
Anda akan merasa "dying inside!".

Menurut teori kebutuhan Abraham Maslow, kebutuhan manusia yang paling
tinggi adalah aktualisasi diri. Anda akan merasa sangat berarti bila
Anda dibutuhkan oleh banyak orang. Oleh karena itu, buatlah sesuatu
yang dapat membuat diri Anda dibutuhkan, kembangkan potensi diri Anda!

Sumber : Milis Air Putih

SEMUA JUGA DARI BAWAH - KISAH SANG PENGGAGAS UPS

James, biasa dipanggil. Dia terpaksa berhenti dari sekolah ketika berusia 11 tahun, guna membantu keluarganya karena ayahnya tidak sehat.
Pekerjaan pertama yang diperolehnya adalah mengantar pembungkus ke sebuah gudang serba ada dengan gaji sebulannya sebesar US$2,50.

Selain itu, dia juga bekerja sebagai pengantar telegraf di sebuah
perusahaan telegraf.

Ketika berusia 15 tahun, James dan 2 orang rekannya yang bekerja
sebagai pengantar telegraf, memulai usaha sendiri yang kemudian
ternyata menjadi berhasil. Dari pengantar yang berjalan kaki, naik
sepeda, dan sepeda motor, akhirnya mereka berkembang dengan
menggunakan truk.

Nama lengkapnya James E.Casey, seorang penggagas UPS (United Parcel
Service). Sebuah perusahaan kurir yang mempunyai lebih dari 340.000
karyawan di seluruh dunia dengan omset per tahun lebih dariUS$22 milyar.

BELAJAR BERSYUKUR

Lalai. Manusia selalu begitu. Kadang begitu luput. Ya, atas udara yang setiap hari kita hirup untuk nafas hidup kita. Tentang sehatnya tubuh kita hingga mudah untuk melakukan serangkaian aktivitas apa saja. Pun, tentang betapa rejeki Allah SWT yang telah mengalir dalam setiap detik kehidupan kita. Sungguh, sebuah kenikmatan yang semestinya tak boleh kita lupakan. Namun, lagi-lagi kita lalai. Jarang untuk bisa bersyukur atas apa yang ada. Atas apa yang kita punya dan nikmati. Maka, hari ini kita bisa belajar kepada seorang teman�

Kang Dayat namanya.

Sore. Sehari yang lalu, dalam perbincangan yang akrab, keping-keping hikmah mengalir dalam setiap cerita yang disampaikannya. Larut, saya menyimak dengan tenang. Tentu, dengan harap, rahasia tentang kehidupan yang mungkin masih tersembunyi bisa saya petik, agar saya bisa lebih memaknai warna-warni kehidupan yang hanya sementara ini.

Bermula dari hidupnya yang sederhana. Lantas, menikmati pekerjaannya sebagai cleaning service pada sebuah institusi pendidikan tinggi. Gajinya, tidak banyak. Maklum, masih menjadi honorer. Diapun tak tahu, entah kapan menjadi PNS. Yang dia tahu, bekerja dengan sebaik-baiknya atas amanah yang dibebankannya. Keluhan, sesekali memang muncul. Namun, dia lebih banyak untuk tidak terlalu membesar-besarkannya. Tiada guna, lebih baik nikmati saja. Bekerja dengan aroma kebahagiaan dalam kesehariannya. Begitulah, hari-hari berjalan.

Walaupun begitu. Dalam hidupnya yang pas-pasan, kini telah mempunyai seorang anak. Sedang masuk TK. Rupanya, memang skenario Allah itu selalu baik. Tinggal kitanya saja, bagaimana mensikapinya. Mungkin, tak ada yang percaya kalau dulu, waktu menikah, hanya bermodalkan RP 75 ribu, itu gajinya sebulan. Waktu itu di tahun 2001.

Begitulah, dengan modal itu, berniat melamar seorang gadis yang dicintainya. Indahnya, sang gadis mau-mau saja. Saya tak tahu. Mungkin perempuan yang kini menjadi istrinya itu juga percaya pada garis nasib dan rejeki yang akan diperoleh asalkan mau usaha. Entahlah, yang pasti ceritanya begitu. Sekarang saja, kalau mau tahu, gaji Kang dayat tak lebih dari Rp 300 ribu. Heran saya. Kok cukup ya. Tapi realitasnya memang begitu.

Setelah saya tanyakan kepadanya, tentang bagaimana memanajemen uang yang sedikit itu, baru saya tahu, resepnya memang bersyukur. Ya, dia selalu mensyukuri saja setiap harta yang diperolehnya. Kadang, hutang memang tak terelakkan. Itu romantika. Hanya saja, selama ini bisa tetap mempertahankan hidup bersama istri dan anaknya. Istrinya pun sama. Tak pernah menuntut lebih.

Dia memahami betul, gaji segitu memang mepet untuk hidup sebulan. Tapi dia lebih memilih menghargai suaminya yang telah bekerja. Ada sedikit penghasilan, daripada menganggur. Apalagi, suaminya juga pasti memberikan semua gaji dan rejeki yang diterima. Kalau ada keperluan, Kang Dayat ijin kepada istrinya untuk meminta uang demi keperluannya itu.

Kalau dipikir-pikir, mereka kok bisa hidup dan bertahan sampai kini. Ah, memang rasa syukur itu sebuah �keajaiban�. Seperti adanya dalam ajaran Islam. Kalau kita mau bersyukur atas apa yang ada, maka Allah SWT akan menambahkan rejeki kita. Begitulah, sebuah ajaran yang bisa menjadi prinsip hidup kita.

Kini, kita bisa bercermin. Saya percaya, banyak diantara kita yang punya penghasilan, punya harta yang lebih dari Kang Dayat, tapi masih saja selalu menggerutu, merasa kekurangan. Nah, inilah saatnya kita belajar tentang rasa syukur kepada beliau, sosok lelaki sederhana yang juga menjadi ketua RT untuk 40-an warga itu.

Ini bukan berarti kita tak mau berusaha lebih. Justru, kita mesti berpacu, bersemangat untuk menyongsong datangnya rejeki. Setelahnya, baru kita mensyukuri atas apa yang kita peroleh itu. Bukannya mengutuk diri sendiri lantas terus menerus merasa kekurangan. Bersyukur, inilah resepnya. Kalau sifat semacam ini bisa ada dalam diri kita. Insyallah, hidup senantiasa damai dan indah. Percayalah !.(yr)


Rumah Kelana, Akhir Juni 2007.
Oleh Yon�s Revolta

Sumber: Milis Airputih

GEMURUH HATI

Malam itu, belum genap pukul delapan malam. Usai sholat berjamaah bersama seluruh anggota keluarganya, seorang lelaki paruh baya memanggil keempat anaknya. Ia menatap nanar satu persatu wajah anaknya, dari yang paling besar hingga si kecil. Lelaki itu tak sanggup bertemu mata dengan tatapan anak-anaknya yang menunggu gerangan apa yang hendak disampaikan Bapaknya. Sementara di sudut ruangan sempit berdinding batako tak berplester itu, ibu keempat anak itu tertunduk menahan gelembung di sudut mata yang mendesak-desak.

�Nak, mulai besok kalian tidak usah sekolah lagi ya? Bapak sudah tidak punya uang untuk biaya sekolah kalian�� suara parau itu pun akhirnya keluar juga. Sebenarnya, lelaki itu tak pernah sanggup untuk mengungkapkannya. Selama hampir empat bulan kalimat itu selalu dijaganya, namun hati dan pikirannya sudah tak mampu lagi menampung semua beban itu. Dan nyatanya, memang ia tak lagi sanggup.

Di balik dinding rumah lainnya,

Seorang ibu yang telah lama ditinggal suaminya terpaksa menyuruh tidur tiga anaknya lebih dini. Usai sholat isya, semua anak-anaknya yang masih kecil dipaksa tidur agar bisa melupakan lapar yang dirasanya.

Sejak suaminya meninggal dunia setahun lalu, ia memeras keringat sendirian membesarkan tiga anaknya dengan bekerja sebagai tukang cuci di beberapa rumah tetangganya. Jangankan untuk bisa bersekolah, penghasilannya sangatlah tidak mencukupi bahkan untuk makan sehari-hari. Sehingga dengan sangat terpaksa ia mengatur jadwal makan ia dan ketiga anaknya hanya sehari sekali. Setiap pagi anak-anaknya hanya diberi air putih. Memasuki siang hari barulah mereka melahap nasi dengan lauk seadanya.

Setiap menjelang maghrib, ibu tiga anak itu harus menjerit dalam hati mendengar perih kesakitan anak-anaknya yang menahan lapar. Ia hanya mampu berkata, �sabar nak�� untuk menenangkan anak-anaknya. Dan memang tidak pernah ada yang bisa disantap lagi hingga besok pagi.

Di sebuah kamar tidur di rumah yang lain lagi,

Seorang suami mendekati isterinya perlahan dan penuh hati-hati. Ia bertanya, �apakah anak-anak sudah tidur?� �sudah� jawab sang isteri.

Lalu, �bagaimana mungkin mereka bisa tidur dengan perut lapar setelah seharian tidak makan?� tanya sang suami lagi.

�Ibu janjikan akan ada makan enak besok pagi saat mereka bangun, maka mereka pun segera tidur� jelas isterinya.

Setiap malam, dialog itu terus berlangsung. Dan setiap pagi, tidak pernah ada makanan enak seperti yang dijanjikan sang ibu kepada anak-anaknya. Sungguh, boleh jadi di pagi-pagi yang akan datang, akan ada satu-dua anak dari keluarga itu yang tak pernah lagi terbangun lantaran kelaparan.

Sementara di sebuah rumah kontrakan,

Seorang isteri berkata kepada suaminya, �pak, besok saya malu keluar rumah. Takut ketemu Pak Sofyan pemilik kontrakan ini. Kita sudah lima bulan tidak membayar kontrakan. Dan sebenarnya Pak Sofyan sudah mengusir kita�.

Sang suami hanya mampu menghela nafas panjang. Sungguh, jika bisa ia tak ingin kalimat itu keluar dari mulut isterinya. Jika pun mampu, ia tak mau membuat isteri tercintanya malu bergaul bersama para tetangga lantaran terlalu banyak sudah hutang-hutang mereka yang belum sanggup terbayar.

Lagi, di sebuah ruang keluarga rumah yang lainnya,

Seorang bapak membawa sejumlah uang cukup banyak dan bungkusan makanan yang nikmat untuk isteri dan anak-anaknya. Inginnya ia berteriak sekeras-kerasnya saat isteri dan anak-anaknya tertawa bahagia menyambut bingkisan yang dibawanya. Tetapi ia pun tak ingin membuyarkan kegembiraan di ruang keluarga itu.

Saking bahagianya, sang isteri terlupa bertanya dari mana suaminya mendapatkan uang segitu banyak dan bisa membeli makanan enak. Sehingga setelah larut dan setelah semua anak-anaknya terlelap, teringatlah sang isteri bertanya. Apa jawab sang suami? �Siang tadi bapak terpaksa mencopet��

***

Sungguh teramat banyak hal yang membuat hati ini lebih bergemuruh jika kita mau mendekat, melihat dan mendengarnya dari balik dinding-dinding rumah saudara-saudara kita. Lihat di sekitar kita, banyak suara-suara yang tak sanggup telinga ini mendengarnya, banyak tangis yang mengiris-iris hati, dan banyak pemandangan yang membuat terenyuh. Sayangnya, kita sering terlupa melihat dan mendekat�

Gaw, yang tengah bergemuruh

Sumber : Blognya Mas Gaw http://gawtama.blogspot.com/